Jumat, 15 Februari 2008

Banyugeni, Bahan Bakar Berbasis Air

PERNAH terbayangkan bahan bakar berbasis air? Dahulu angan-angan demikiansepertinya tidak mungkin terwujud. Namun kini menjadi kenyataan.Pusat Studi Pengembangan Energi Regional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta(Pusper UMY) yang meneliti dan mengembangkan bahan bakar nonfosil berhasilmenemukan hidrofuel yang merupakan bahan bakar berbahan baku dari air.Rektor UMY Dr Khoiruddin Bashori mengungkapkan, temuan tersebut didasari olehkeprihatinan karena semakin menipisnya bahan bakar berbasis fosil. Penghematandilakukan namun subsidi pemerintah untuk BBM tahun 2007 sudah mencapai Rp 50,64triliun. Akibatnya, terjadilah defisit anggaran. Eksplorasi sumber bahan bakarbaru juga terinspirasikan ayat-ayat Alquran yakni Surat At-Thur (6)''Perhatikan laut yang berapi'', Al-Anbiyaí (30) ''...dan Kami jadikan dari airsegala sesuatu hidup'', At-Takwir (6) ''Dan apabila laut dipanaskan''.''Bahan bakar dari minyak bumi dan batu bara semakin sulit diperoleh padahalkonsumsinya terus meningkat. Harga minyak mentah di tingkat dunia bahkan sempatmenembus angka 100 dolar AS per barel. Pada sisi lain penggunaan BBM berbasisfosil menyisakan emisi gas yang sangat berbahaya bagi kesehatan danlingkungan,'' papar Khoiruddin.Berdasarkan ayat-ayat tersebut, UMY berupaya mengakomodasikan sinyal-sinyalteknologi yang ada dalam Alquran dengan meneliti dan mengembangkan cukup lama.Saat ini telah ditemukan teknologi yang mampu memproduksi bahan bakar denganbahan baku air (hidrofuel). Produk penelitian ini telah dipatenkan dengan nama''banyugeniTM''.Empat ProsesDia menjelaskan, hidrofuel ''banyugeniTM'' mempunyai varian produk berupahidrokerosene (setara minyak tanah), hidrodiesel (setara solar), hidropremium(setara bensin), dan hidroavtur (setara bahan bakar jet). Masih akandikembangkan pula varian produk lain yang mempunyai keunggulan lebih yang adasaat ini.''Untuk menghasilkan hidrofuel, digunakan teknologi mekanotermal-elektrokemismeliputi empat proses yakni mekanik (gerak), thermal (panas), listrik, dankimiawi. Perpaduan keempat proses dengan bahan baku air natural akanmenghasilkan beberapa produk bahan bakar minyak ramah lingkungan dan tidakmenimbulkan polusi. Kandungan unsur dan sifat bahan bakar minyak yang sudahdiolah pada ìbanyugeniTMî sangat memungkinkan untuk digunakan pada mesin tanpamengubah atau memodifikasi komponen,'' tuturnya.Produk tersebut sudah diuji di PT CoreLab Indonesia, sebuah laboratoriuminternasional yang independen. Hasilnya secara meyakinkan menunjukkan bahwakeempat varian ''banyugeniTM'' telah memenuhi standar Dirjen Migas.Hasil pengujian menunjukkan, hidropremium sangat tidak korosif atau tidakmenyebabkan karat (skala copper strip corrosion 1a) dan tidak meninggalkanresidu (hanya 0,5%vol dari max 2,0%vol yang diizinkan).Selain itu kandungan bahan pencemar dari emisi bahan bakar ini sangat rendahantara lain kandungan sulfur hanya 0,03%wt (dari max 0,05%wt yang diizinkan)serta kandungan timbal (Pb) hampir nol (dari max 0,013 yang diizinkan). Padapengujian terhadap pesawat aeromodeling, bahan bakar ini ternyata cukup bagusmemberikan rpm sekitar 16.000.Hidroavtur juga tidak korosif dan beremisi rendah (total sulfur hanya 10% darimaksimal yang dipersyaratkan) dan tidak mudah membeku (freezing point-45oC).Pengujian terhadap pesawat aeromodeling, bahan bakar ini dapat digolongkansebagai bahan bakar jet (jet fuel) dan akan tetap bersifat dingin (cool fuel),memiliki IBP (initial boiling point) 164oC. Hidrodiesel juga tidak korosif(copper strip 1a), IBP 201oC, yang beremisi rendah dan tidak meninggalkan residuberlebihan dengan index Cetane 51,3.''Hasil pengujian terhadap hidrokerosene memperlihatkan bahwa bahan bakar rakyattersebut juga sangat tidak korosif (copper strip corrosion 1a), IBP 161oC, tidakberacun dan tidak beremisi (total sulfur 0,03%wt dari max 0,2%wt yang diizinkan)dan tidak meninggalkan residu (hanya 0,5%vol). Pada pengujian dengan lampuminyak, hidrokerosene tidak menimbulkan asap jelaga yang berlebihan,'' tandasRektor. (70) Sumber : Suara Merdeka

Selasa, 12 Februari 2008

KONTROVERSI UJIAN NASIONAL

Perdebatan muncul tidak hanya karena kebijakan UN yang digulirkan Departemen Pendidikan Nasional minim sosialisasi dan tertutup, tapi lebih pada hal yang bersifat fundamental secara yuridis dan pedagogis. Dari hasil kajian Koalisi Pendidikan, setidaknya ada empat penyimpangan dengan digulirkannya UN.Pertama, aspek pedagogis. Dalam ilmu kependidikan, kemampuan peserta didik mencakup tiga aspek, yakni pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), dan sikap (afektif). Tapi yang dinilai dalam UN hanya satu aspek kemampuan, yaitu kognitif, sedangkan kedua aspek lain tidak diujikan sebagai penentu kelulusan.Kedua, aspek yuridis. Beberapa pasal dalam UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 telah dilanggar, misalnya pasal 35 ayat 1 yang menyatakan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan, yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. UN hanya mengukur kemampuan pengetahuan dan penentuan standar pendidikan yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah.Pasal 58 ayat 1 menyatakan, evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Kenyataannya, selain merampas hak guru melakukan penilaian, UN mengabaikan unsur penilaian yang berupa proses.Selain itu, pada pasal 59 ayat 1 dinyatakan, pemerintah dan pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Tapi dalam UN pemerintah hanya melakukan evaluasi terhadap hasil belajar siswa yang sebenarnya merupakan tugas pendidik.Ketiga, aspek sosial dan psikologis. Dalam mekanisme UN yang diselenggarakannya, pemerintah telah mematok standar nilai kelulusan 3,01 pada tahun 2002/2003 menjadi 4,01 pada tahun 2003/2004 dan 4,25 pada tahun 2004/2005. Ini menimbulkan kecemasan psikologis bagi peserta didik dan orang tua siswa. Siswa dipaksa menghafalkan pelajaran-pelajaran yang akan di-UN-kan di sekolah ataupun di rumah.Keempat, aspek ekonomi. Secara ekonomis, pelaksanaan UN memboroskan biaya. Tahun lalu, dana yang dikeluarkan dari APBN mencapai Rp 260 miliar, belum ditambah dana dari APBD dan masyarakat. Pada 2005 memang disebutkan pendanaan UN berasal dari pemerintah, tapi tidak jelas sumbernya, sehingga sangat memungkinkan masyarakat kembali akan dibebani biaya. Selain itu, belum dibuat sistem yang jelas untuk menangkal penyimpangan finansial dana UN. Sistem pengelolaan selama ini masih sangat tertutup dan tidak jelas pertanggungjawabannya. Kondisi ini memungkinkan terjadinya penyimpangan (korupsi) dana UN.Selain itu, pada penyelenggaraan UAN tahun ajaran 2003/2004, Koalisi Pendidikan menemukan berbagai penyimpangan, dari teknis hingga finansial. Pertama, teknik penyelenggaraan. Perlengkapan ujian tidak disediakan secara memadai. Misalnya, dalam mata pelajaran bahasa Inggris, salah satu kemampuan yang diujikan adalah listening. Supaya bisa menjawab soal dengan baik, peserta ujian memerlukan alat untuk mendengar (tape dan earphone). Pada prakteknya, penyelenggara ujian tidak memiliki persiapan peralatan penunjang yang baik.Kedua, pengawasan. Dalam penyelenggaraan ujian, pengawasan menjadi bagian penting dalam UAN untuk memastikan tidak terjadinya kecurangan yang dilakukan oleh peserta. Fungsi pengawasan ini diserahkan kepada guru dengan sistem silang--pengawas tidak berasal dari sekolah yang bersangkutan, tapi dari sekolah lain. Tapi, pada kenyataannya, terjadi kerja sama antarguru untuk memudahkan atau memberi peluang siswa menyontek.Kasus di beberapa sekolah, guru, terutama untuk mata pelajaran yang dibuat secara nasional seperti matematika, bahasa Inggris, atau ekonomi, dengan berbagai modus memberi kunci jawaban kepada siswa. Selain itu, pada tingkat penyelenggara pendidikan daerah seperti dinas pendidikan, usaha untuk menggelembungkan (mark-up) hasil ujian pun terjadi. Caranya dengan membuat tim untuk membetulkan jawaban-jawaban siswa.Ketiga, pembiayaan. Dalam dua kali UAN, penyelenggaraannya dibebankan pada pemerintah pusat dan daerah melalui APBN dan APBD. Artinya, peserta ujian dibebaskan dari biaya mengikuti UAN. Tapi, pada tingkatan sekolah, tidak jelas bagaimana sistem penghitungan dan distribusi dana ujian (baik APBN maupun APBD). Posisi sekolah hanya tinggal menerima alokasi yang sudah ditetapkan oleh penyelenggara di atasnya. Akibatnya, walau menerima dana untuk menyelenggarakan UAN, sekolah menganggap jumlahnya tidak mencukupi, sehingga kemudian membebankannya pada peserta ujian. Caranya dengan menumpangkan pada biaya SPP atau biaya acara perpisahan.Sebenarnya, dalam pertemuan dengan Koalisi Pendidikan pada 4 November 2004, Menteri Pendidikan sudah menyatakan ketidaksetujuannya pada UAN dan akan menggantinya dengan ujian masuk pada sekolah-sekolah yang dianggap elite. Apalagi dukungan DPR pun tidak ada. Sebagai bentuk ketidaksetujuannya, Komisi Pendidikan DPR tidak mengalokasikan dana untuk UAN pada tahun 2005.Sayangnya, tiba-tiba Menteri Pendidikan menggulirkan Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 1 Tahun 2005 sebagai dasar Departemen Pendidikan Nasional menyelenggarakan UN. Karena secara substansial tidak ada perbedaan signifikan antara UN tahun ajaran 2004/2005 dan UAN tahun ajaran 2002/2003 dan 2003/2004, perdebatan yang sama terjadi kembali.

Cuti Bersama Batal

Keputusan bersama ini (Keputusan Bersama Menakertrans, Menag & Men PAN RI No.1/men/2008) merupakan keputusan revisi terhadap keputusan bersama sebelumnya . Demikian disampaikan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Taufiq Effendi dalam konferensi pers di gedung Departemen Pemberdayaan Aparatur Negara, Jakarta. Selasa, (5/2).
Dalam keputusan sebelumnya cuti bersama ditetapkan delapan hari. Dengan munculnya keputusan bersama yang baru, keputusan yang lama tidak berlaku. Lima hari cuti bersama itu yakni tanggal 11 Januari, 29-30 September, 3 Oktober dan 26 Desember. “Cuti bersama keseluruhan hanya lima hari. Sedangkan cuti bersama tanggal 8 Februari, 2 Mei, 19 Mei dinyatakan tidak berlaku,” kata Taufiq.
Keputusan ini, lanjutnya, diambil dengan mempertimbangkan situasi nasional dan daerah sebagai dampak ekonomi global serta kondisi alam yang memerlukan kesiapan dan perhatian dari semua pihak, terutama jajaran aparatur negara.
Dia menegaskan, cuti yang diambil dalam setahun tidak boleh lebih dari 12 hari. “Kalau sudah ada yang mengambil atau jatahnya sudah habis, dia tidak boleh mengambil cuti bersama lagi,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Taufiq menegaskan, instansi yang berhubungan dengan pelayanan publik tidak boleh berherti beroperasi pada saat cuti bersama. “Instansi yang menyangkut pelayanan publik, seperti rumah sakit, keamanan, pemadam kebakaran, listrik, pelabuhan, perbankan, dan lain-lain tidak boleh berhenti bekerja. Masing-masing instansi harus mengaturnya,” kata dia.
Taufiq mengatakan keputusan ini hanya mengatur pegawai negeri sipil (PNS), sedangkan untuk swasta diatur oleh masing-masing perusahaan. Bagi PNS yang melanggar peraturan akan dikenakan sanksi. Sanksi terberat berupa pemecatan dengan tidak hormat.

Senin, 11 Februari 2008

Banyak Penyimpangan dalam Sertifikasi Guru

SEMARANG - Secara umum pelaksanaan sertifikasi guru (SG) telah berjalan dengan baik. Namun masih ada beberapa penyimpangan dan kendala di antaranya pemalsuan dokumen, pemotongan honor asesor, dan upaya penyuapan. Selain itu, sebagian besar asesor menilai banyak kejanggalan dalam dokumen yang ditemukan.

Hal tersebut diungkapkan Direktur Pembinaan Diklat Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPK) Depdiknas Sumarna Surapranata sebelum membuka Rakor Terpadu Peningkatan Mutu Pendidikan di Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Srondol kemarin. Menurutnya, sudah terjadi penyimpangan sejak sosialisasi, program SG yang dilakukan di sembilan provinsi termasuk Jateng itu.

"Sosialisasi di beberapa provinsi dikomersialkan oleh oknum asesor dan dinas dengan harga Rp 20 ribu sampai Rp 250 ribu per acara per orang," katanya pada acara yang juga diisi penyerahan sertifikat ISO 9001 : 2000 kepada LPMP Jateng tersebut.

Saat pelaksanaan SG, juga terjadi penyimpangan seperti pemalsuan dokumen, pemotongan honor asesor, dan upaya penyuapan. Sumarna menambahkan asesor juga menemukan sejumlah kejanggalan dalam pemeriksaan dokumen. "Sebanyak 87 persen asesor mengaku menemukan kejanggalan, 13 persen lainnya tidak," terang Sumarna.

Kejanggalan yang ditemukan adalah pemalsuan nama (31 persen), pemalsuan tanggal (22 persen), pemalsuan tanda tangan (13 persen), dan lainnya (34 persen). Tindakan ketika asesor menemukan kejanggalan yaitu memberi catatan (44 persen), menganulir dokumen portofolio (25 persen), melaporkan ke panitia (23 persen), dan tindakan lain (8 persen).

Sebagian komponen penilaian juga sulit dipenuhi guru di daerah. Komponen tersebut di antaranya karya pengembangan profesi (48 persen), penghargaan yang relevan di bidang pendidikan (31 persen), dan keikutsertaan dalam forum ilmiah (20 persen).

Demi mencagah hal tersebut, dia memberikan sejumlah rekomendasi. Diantaranya adalah melaksanakan monitoring dan evaluasi SG secara berkelanjutan dengan melibatkan komponen masyarakat yang relevan, melarang segala bentuk komersialisasi sosialisasi SG, membuat sistem kendali mutu secara keseluruhan, dan memberi sanksi hukum pada pihak yang melanggar.

Sementara Kepala Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Jateng Makali menjelaskan tujuan Rakor terpadu yang diikuti peserta dari seluruh Jateng tersebut adalah untuk mengetahui sejauh mana peningkatan mutu pendidikan di Jateng dan di Kabupaten/Kota di dalamnya. "Kita berharap mendapat solusi untuk meminimalisir disparitas perbedaan mutu pendidikan di Kabupaten/Kota," lanjutnya.

Guna menekan disparitas tersebut, peningkatan mutu pendidikan tak bisa hanya dilakukan oleh LPMP, tapi juga menggandeng pihak lain seperti Komisi di DPRD Kabupaten/Kota, Dinas Pendidikan, dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.(ric).