Senin, 11 Februari 2008

Banyak Penyimpangan dalam Sertifikasi Guru

SEMARANG - Secara umum pelaksanaan sertifikasi guru (SG) telah berjalan dengan baik. Namun masih ada beberapa penyimpangan dan kendala di antaranya pemalsuan dokumen, pemotongan honor asesor, dan upaya penyuapan. Selain itu, sebagian besar asesor menilai banyak kejanggalan dalam dokumen yang ditemukan.

Hal tersebut diungkapkan Direktur Pembinaan Diklat Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPK) Depdiknas Sumarna Surapranata sebelum membuka Rakor Terpadu Peningkatan Mutu Pendidikan di Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Srondol kemarin. Menurutnya, sudah terjadi penyimpangan sejak sosialisasi, program SG yang dilakukan di sembilan provinsi termasuk Jateng itu.

"Sosialisasi di beberapa provinsi dikomersialkan oleh oknum asesor dan dinas dengan harga Rp 20 ribu sampai Rp 250 ribu per acara per orang," katanya pada acara yang juga diisi penyerahan sertifikat ISO 9001 : 2000 kepada LPMP Jateng tersebut.

Saat pelaksanaan SG, juga terjadi penyimpangan seperti pemalsuan dokumen, pemotongan honor asesor, dan upaya penyuapan. Sumarna menambahkan asesor juga menemukan sejumlah kejanggalan dalam pemeriksaan dokumen. "Sebanyak 87 persen asesor mengaku menemukan kejanggalan, 13 persen lainnya tidak," terang Sumarna.

Kejanggalan yang ditemukan adalah pemalsuan nama (31 persen), pemalsuan tanggal (22 persen), pemalsuan tanda tangan (13 persen), dan lainnya (34 persen). Tindakan ketika asesor menemukan kejanggalan yaitu memberi catatan (44 persen), menganulir dokumen portofolio (25 persen), melaporkan ke panitia (23 persen), dan tindakan lain (8 persen).

Sebagian komponen penilaian juga sulit dipenuhi guru di daerah. Komponen tersebut di antaranya karya pengembangan profesi (48 persen), penghargaan yang relevan di bidang pendidikan (31 persen), dan keikutsertaan dalam forum ilmiah (20 persen).

Demi mencagah hal tersebut, dia memberikan sejumlah rekomendasi. Diantaranya adalah melaksanakan monitoring dan evaluasi SG secara berkelanjutan dengan melibatkan komponen masyarakat yang relevan, melarang segala bentuk komersialisasi sosialisasi SG, membuat sistem kendali mutu secara keseluruhan, dan memberi sanksi hukum pada pihak yang melanggar.

Sementara Kepala Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Jateng Makali menjelaskan tujuan Rakor terpadu yang diikuti peserta dari seluruh Jateng tersebut adalah untuk mengetahui sejauh mana peningkatan mutu pendidikan di Jateng dan di Kabupaten/Kota di dalamnya. "Kita berharap mendapat solusi untuk meminimalisir disparitas perbedaan mutu pendidikan di Kabupaten/Kota," lanjutnya.

Guna menekan disparitas tersebut, peningkatan mutu pendidikan tak bisa hanya dilakukan oleh LPMP, tapi juga menggandeng pihak lain seperti Komisi di DPRD Kabupaten/Kota, Dinas Pendidikan, dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.(ric).

Tidak ada komentar: